VOSMedia, PALEMBANG – Dalam dunia properti ‘Backlog’ dapat diartikan sebagai kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh rakyat, di provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), backlog mencapai sekitar 500 ribu unit, sedangkan rumah tidak layak huni di Sumsel mencapai 170 ribu unit rumah.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Sumsel Mansyur mengatakan sebenarnya ada dua angka Backlog, karena datanya berbeda dilihat dari sisi kepemilikan dan hunian rumah.
Perspektif Badan Pusat Statistik (BPS), yang mengartikan Backlog rumah itu berdasarkan atas rumah milik, sedangkan, perspektif Kemenpera, backlog rumah itu berdasarkan terhadap rumah yang tidak layak huni, Sehingga, angka backlog Kemenpera lebih kecil dibanding backlog BPS, di Sumsel angka tersebut yakni 500 dan 400 unit rumah, sedangkan 170 rumah yang tidak layak huni tersebut, rata – rata berdiri dibantaran sungai.
“Ini yang berkontribusi pada angka kemiskinan, dan kawasan kumuh,” ungkapnya, usai Musda Pengembang Indonesia DPD Sumsel, di Aryaduta Hotel, Rabu (27/3/19).
Untuk menekan angka backlog, dikatakan Mansyur, Kementrian PUPR sangat serius menangani hal ini, karena ada dua Dirjen turun yakni penyediaan perumahan dan dirjen pembiyaan perumahan.
“Masalah penyediaan rumah ini terkendala untuk diperkotaan terkait harga lahan yang selangit.” Jelasnya.
Mansyur menjelaskan, pembangunan rumah bersubsidi adalah untuk masyarakat berpenghasilan rendah, namun pembangunan rumah bersubsidi ini tetap harus memperhatikan tata ruang, karena Perumahan ini, membutuhkan sektor ruang yang sangat banyak.
Untuk perizinannya, Mansyur menambahkan lambat laun akan diperbaiki, apalagi di kabupaten dan kota ada PTSP. Selain itu, Permendagri nomor 55 tahun 2017 menyatakan untuk mempermudah izin pembangunan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Sedangkan untuk menurunkan angka rumah tidak layak huni, Mansyur menuturkan, di provinsi ada bantuan yang stimulan rumah swadaya, dimana 17 kabupaten dan kota dapat bantuan itu.
Sementara itu, Ketua umum DPP Pengembang Indonesia, Barkah Hidayat, mengatakan, sebetulnya untuk pembangunan rumah MBR ditargetkan diangka 70 atau 80%, dan pihaknya berharap di setiap daerah itu, target minimal satu hektar satu kecamatan dibangun rumah MBR, kurang lebih 80 unit.
“Pengembang Indonesia tidak hanya deploper, namun juga pabrik semen, keramik dan stakeholder yang berhubungan dengan pembangunan rumah, dan saya harap semua stakeholder bisa bekerjasama untuk membangun rumah MBR dengan jumlah lebih banyak,” harapnya.
Senada dengan hal itu, Ketua DPD Pengembang Indonesia Provinsi Sumsel Miraj Barito menuturkan, pihaknya menargetkan tahun ini membangun 6.000 unit rumah bersubsidi atau untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Sumsel.
“Yang sudah dibangun 4000 lebih rumah, dan yang sudah akad 3400 rumah. Terkait pemerataan pembangunan dengan ketersediaan tidak ada masalah,” terangnya.(fly)