VOSMedia,PALEMBANG – Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) H.Herman Deru, menemui puluhan pendemo yang mendatangi Kantor Gubernur Sumsel pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional, Kamis 2 Mei 2019.
Selain menuntut penghapusan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Massa yang mengatasnamakan dirinya Cipayung Plus Kota Palembang ( LMND, HMI, PMKRI,GMKI, PMII, KMHDI) ini juga menuntut pemerintah mewujudkan pendidikan gratis di Sumsel secara menyeluruh.
Terkait tuntutan tersebut Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan bahwa Pemerintah pusat maupun Pemprov Sumsel telah melakukan berbagai upaya mempermudah pelajar maupun mahasiswa mendapatkan pendidikan di Sumsel. Misalnya dengan mengeluarkan kebijakan diskon penggunaan LRT maupun jalan tol.
Begitu juga soal masalah kekurangan guru, menurutnya perlu diketahui saat ini pemerintah sudah melakukan pengangkatan secara bertahap. Hanya saja memang diakuinya jumlah guru yang pensiun lebih banyak dari yang diangkat.
”Dulukan ada pengangkatan guru besar-besaran. Nah mereka ini sekarang semuanya masuk pensiun, sementara penggantinya diangkat secara bertahap,” jelasnya.
Sementara itu terkait pendidikan gratis di Sumsel juga berlaku untuk 437 SMA/SMK yang ada kecuali 27 sekolah dengan pelayanan plus. Namun meski berbayar tetap saja sekolah plus tersebut harus mengalokasikan iurannya beberapa persen untuk siswa yang tidak mampu untuk bersekolah gratis.
“Ada 437 SMA/SMK semua akan free (gratiskan). Tapi untuk sekolah dengan pelayanan plus di 27 SMA, mekanisme kita serahkan ke guru, pihak sekolah dan komite tapi tetap diawasi Diknas. Saya anak guru saya paham tentang ini. Saya juga tentu tidak sempurna tetap butuh masukan. Makanya saya terima kasih sekali atas masukan adik-adik sekalian yang datang kesini. Di masa kepemimpinan saya, akan saya pastikan pendidikan merata di seluruh Sumsel” ujarnya di hadapan pendemo.
Koordinator Aksi Edho Rizki mengatakan pendidikan adalah hal dan hak mendasar yang wajib diperhatikan negara. Karena salah satu aspek penting dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa adalah memastikan pendidikan bisa diakses oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.
“Tidak boleh seorang pun warga negara tercegat haknya menikmati pendidikan tinggi karena faktor biaya. Namun rupanya ini cuma mimpi yang tak berkesudahan karena karena pada kenyataannya sampai saat ini negara kita belum sanggup mewujudkannya,” ujarnya.
Lanjut Edho sejak kebijakan neoliberalisme merasuk ke dunia pendidikan, biaya pendidikan melonjak naik. Di sisi lain daya beli masyarakat terus merosot. Kendati pemerintah mencoba mengatasi persoalan itu dengan menebar Kartu Indonesia Pintar (KIP) tetapi jangkauannya batu sekitar 18 juta anak.
”Kita diperkenalkan dengan sistem auakat yang mengatur besaran tarif pendidikan setiap mahasiswa disesuaikan dengan kemampuan orang tua atau pihak yang menanggung biaya pendidikannya. Walhasil ada kelas atau pengelompokab tarif pendidikan untuk mahasiswa. Faktanya selain menciptakan kasta, UKT juga mendongkrak biaya pendidikan semakin mahalm Tak heran sistem tersebut banyak ditolak di berbagai perguruan tinggi di Indonesia,” ujarnya.
Untuk itu lanjut Edho mereka yang tergabung dalam Cipayung Plus menuntut sejumlah hal. Yakni meminta pemerintah mencabut regukasi pro neolib yakni UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikam nasional dan UU No12 Tentang Pendidikan Tinggi. Kemudian mewujudkan pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis serta mengganyi haluan ekonomi dan menangkan Pancasila.(Fu)