VOSMedia, PALEMBANG – Secangkir kopi hangat khas pagaralam, mengawali kisah Abdul Hamid Pak Kades Desa Upang Ceria Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel), sekilas tiada yang berbeda dengan orang kebanyakan, ramah, energik dan parlente didalam setiap pertemuan, namun siapa sangka Hamid muda berbanding terbalik dengan yang dilihat hari ini.
Sebagai anak tertua dari enam bersaudara, Hamid sang Kades Upang dahulunya memilih merantau ke Ibukota Jakarta setelah menyelesaikan sekolah menengah atasnya, bermodal ijazah Hamid muda berharap waktu itu dia bisa mendapat pekerjaan dan hidup di Jakarta tahun 1997.
Sempat merasakan kenakalan remaja di Ibukota, 2003 Hamid muda memutuskan pulang kembali ke Desa Upang, setelah Desa ini dilakukan pemekaran. “Saya dulunya anak Punk, saat pulang ke dusun, ya berdandan seperti anak Punk, rambut Mohawk, antingan telinga, alis, hidung Dan bibir, ini bekasnya masih ada,” terang hamid tersenyum.
Berdandan ala anak Punk itu sempat membuat warga desa yang melihatnya sedikit aneh,” kalau kepasar, anak – anak kecil selalu ngikuti saya dari belakang,” lanjutnya.
Titik balik perubahan itu terjadi saat Ayahanda pergi untuk selamanya, sawah yang tak ada orang menjadi saksi bisu Hamid muda menjerit dan menangis sejadi – jadinya, karena baru sadar kalau dialah anak tertua pengganti ayahnya,” apa yang harus ku, kerjakan, mengganti peran bapak ku, aku ga punya andalan kerja atau apapun,” terangnya.
Lompatan Besar Masuk Perangkat Desa.
Pria kelahiran Juli 97 ini, mengawali karirnya sebagai Badan Perwakilan Desa ( BPD) Upang tahun 2004 sampai 2009 dan masuk dalam organisasi yang konsisten mengurusi tentang perangkat desa, tahun 2009 menjadi Perangkat Desa dengan jabatan Kasi Kemasyarakatan, disinilah Hamid mulai memikirkan bagaimana untuk merubah wajah Desanya menjadi Desa wisata, sampai di tahun 2015 mengikuti pemilihan kepala desa, Hamid pun resmi dilantik 2016.
Lulusan Universitas Terbuka (UT) ini sempat kebingungan membangun desanya, banyak masyarakat pada waktu awal menjabat tidak percaya pada konsep desa wisatanya.” Sempat down, waktu itu” jelasnya.
Memang dulu, dikatakan Hamid sudah ada cikal bakal untuk membuat Desa Wisata Sejarah, namun masalahnya setelah di survey dan mendengar cerita orang – orang tua tentang zaman dulu, akhirnya mengurungkan niatnya untuk mengkonsep desa wisata sejarah dengan hanya mengandalkan cerita dizaman dulu.
Akhirnya memutuskan untuk membentuk Desa Olahraga, karena dengan jumlah penduduk hampir 2000 jiwa, hampir semuanya hobi dengan olah raga Sepak bola Dan bulutangkis, sempat juga mengadakan liga dan ivent besar tingkat kecatercapai ita – cita Hamid untuk membuat Gedung Olah Raga (GOR) berukuran 17 x 25 meter sepertinya sebentar lagi tercapai karena sudah hampir 60% pengerjaannya ” sempat terkendala masalah pembebasan lahan pada waktu itu, akhirnya pengerjaannya di undur tahun 2019 ini,” jelasnya.
Kisah Kedatuan Sriwijaya Menginspirasi Pembuatan Wanua Dhapunta Hyang-an
Ditengah geliat pembangunan pedesaan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyuasin Sumsel, akhirnya membawa Hamid kembali untuk mengkonsep desanya, ada terbesit kembali untuk mengkonsep desa wisata namun harus lain dari yang lain, harus punya pijakan kuat agar desa itu menjadi suatu destinasi wisata.
Pergumulan pemikiran membawa Pak Kades ini berselancar di Dunia Maya, menemukan cerita Sriwijaya yang menjadi Icon Sumsel, semakin hanyut dengan sejarah menghantarkan dirinya dengan Prasasti Kedukan Bukit tentang Mukha Upang, membentuk suatu wanua atau tempat tinggal.
Disinilah, yang menguatkan hati Hamid untuk kembali mengkosep desanya sebagai desa wisata sejarah bertumpu pada prasasti Kedukan Bukit di padu dengan kisah legenda daerah upang ceria.Konsepnya, dikatakan Hamid akan merubah wajah Pulau Sekoci yang masuk diwilayah Desanya, paduannya di pinggiran sungai dan persawahan, diyakini Hamid akan merubah wajah desanya dan perekonomian warga desanya.”Memang sebenarnya, hampir 75% sudah masuk dalam kategori sejahtera, namun saya berkeyakinan 35% ini taraf ekonominya akan mulai meningkat dengan gagasan ini,” tuturnya.
Gagasan Desa Wisata Sejarah Upang Ceria
Desa ini nantinya tidak akan merubah keadaan yang sudah tertata seperti sekarang, tapi lebih memanfaatkan lahan kosong di area persawahan dan sisinya sungai, untuk sawah masyarakat sendiri tidak akan di ubah tetap alami dimana nantinya akan ada dua pulau yang akan dibuat untuk destinasi wisata, yakni Pulau Sekoci dan Pulau Lebar DaSelfi, imana pulau sekoci untuk wisatanya dan Lebar Daun akan menjadi tempat istirahatnya.
Pulau Sekoci itu, dikatakan Hamid panjangnya 12 KM akan memanfaatkan lahan – lahan kosong, disitu nantinya tetap menggunakan jalan tanah mengelilingi pulau itu yang khusus digunakan untuk berjalan kaki dan sepeda mengitari areal persawahan warga, selanjutnya akan dibuat juga titik atau spot Foto Selfi, di ujung pulau Sekoci, ” keinginan saya semuanya menggunakan bahan natural, seperti kayu dan bambu,” jadi lebih alami dan tentunya ramah lingkungan.
Sedangkan untuk Pulau Lebar Daun, dititik beratkan pada penginapan seperti vila atau home stay, sama seperti Pulau Sekoci berbahan dasar kayu dan bambu dan upaya penggunaan bahan semen ditiadakan.Nantinya konsep Wanua itu akan berbentuk huruf U untuk pertamanya mungkin akan dibuat 10 homestay, ditengahnya taman dan dikelilingi parit – parit air atau kanal.
Untuk masalah listrik akan dikonsep dengan sistem tanam di tanah, jadi tidak ada tiang – tiang listrik dan air bersih akan di kelola sebaik mungkin, dan tentunya jaringan internet akan dipasang juga disana
Dalam proses pembuatan Wanua ini, kesemuanya melibatkan warga Upang Ceria dan sumber daya yang ada di Desa Upang ceria “saya yakin, dengan warga saya, saya juga ingin menamamkan pemikiran bahwa Tempat Wisata ini adalah milik seluruh warga Upang Ceria,” jelasnya.
Pengelolaan Wisata Seluruhnya Dilakukan Warga Desa Upang Ceria
Sembari proyek pengerjaan ini dilakukan secara gotong royong oleh warga, Hamid akan membekali warganya dengan peningkatan pendidikan, seperti memberikan pelajaran bahasa inggris nantinya, pengelolaan market dan teknik komunikasi.
Pengrajin songket dan sovenir akan dibuatkan tempat khusus disana,” sementara ini sudah ada 21 pengrajin songket di desa saya, dan itu sudah saya komunikasikan,” jelasnya.Sedangkan untuk kuliner akan menjadi faktor penting di Wanua ini, karena akan dibuat beberapa kuliner khas Desa Upang Ceria dan itu yang akan membuat wisatawan bakalan datang kembali ke desa wisata ini.
Untuk transportasinya menuju lokasi wanua dari Palembang, dikatakannya akan di fokuskan menggunakan jalur air yakni melintasi Sungai Musi kesemuanya perlengkapan seperti kapal dan nahkodanya kesemuanya dari desa upang ceria, serta di lengkapi dengan alat pengamanan yakni pelampung.
Selain perjalanan melintasi Sungai Musi dengan jarak tempuh satu jam, Wanua ini juga bisa ditempuh lewat jalur darat sekitar 2 jam perjalanan.
Dan point pentingnya dikatakan Hamid, nanti akan ada yang disebutnya transmigrasi internal atau memindahkan beberapa kepala keluarga bermukim disana untuk mengelola tempat itu, khusus bagi warga yang masih dalam taraf ekonomi dibawah sejahtera, dan perumahannya nanti akan dibuat secara gratis.
Namun, gagasan sebesar ini tak akan berhasil tanpa dukungan warga desa upang ceria, dirinya berharap gagasan besar ini bisa menciptakan lapangan kerja baru, peningkatan ekonomi, pengenalan desa nya sendiri dan tentunya Pemerintah kabupaten Banyuasin bisa membantu pihaknya untuk mewujudkan itu.
“Kami berharap, pihak Pemkab Banyuasin bisa membantu kami mewujudkan dan mendukung gagasan ini, untuk seluruh warga Sumsel Khususnya, kami mohon doanya agar gagasan ini terwujud di tahun 2020,” tutupnya. (fly)