VOSMedia,PALEMBANG – Bukit Siguntang merupakan salah satu situs yang dipercaya sebagai peninggalan masa Kerajaan Sriwijaya di Palembang, namun tidak banyak yang tahu kalau Bukit ini dahulu disebut dengan Bukit Kajang Sebidang.
Alamsyah, cucu Kuncen Bukit Seguntang membuka sedikit rahasia tersebut, saat bertemu di Markas Komunitas Pencinta Antik Sriwijaya (KompakS) Palembang.
“Saya keturunan kuncen Yahya Dang era 90an menjaga situs itu dan memang kakek saya itu mendapat surat dari Dinas Pariwisata untuk menjaga disitu pada saat itu,” ungkapnya Selasa (2/7/19).
Alamsyah menceritakan, ihwal kenapa disebut Bukit Kajang Sebidang, menurut penuturan dari turun temurun memang bukit itu berawal dari sebuah perahu, yang terdapar kemudian lama kelamaan tertimbun endapan lumpur sungai, berabad lamanya membentuk suatu bukit, itulah namanya Bukit Kajang Sebidang, bahkan dari zaman Si Pahit Lidah dahulu disebut dengan nama itu.
Dirinya mengatakan tidak tahu pasti kapan perubahan nama itu terjadi, yang jelas pada penjajahan di era Belanda, Bukit itu Berubah dengan nama Bukit Seguntang, namun keturunannya tetap menyebut itu dengan nama Bukit Kajang Sebidang.
“Dulu kami selaku anak bujang memang memiliki adat budaya menjaga itu, khusus untuk anak bujang, setiap satu anak bujang jadwal menjaganya seminggu sekali, namun sekarang sudah tidak lagi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua KompakS, Hirmeyudi mengatakan kisah ini meski tak tercatat dalam kamus sejarah dunia, patut untuk di jadikan bahan acuan, karena melirik dari berbagai fakta yang ditemukan di Lapangan dan berbagai artikel, memang jelas sekali temuan di Bukit Seguntang dari berbagai lintas agama.
“Ini menarik, karena kalau sudah menyebut Kajang Sebidang berarti berhubungan dengan Melayu Kuno, dan apabila benar satu teka teki terjawab sudah, kalau bangsa Melayu memang berumpun disini,” jelasnya.
Seiring dengan penemuan yang belum di ungkap secara luas di Bukit Seguntang itu, menurut (Schnitger, 1937:3–4), dikatakan Yudi Selain arca Buddha, ditemukan juga satu prasasti yang ditulis dalam aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno, satu prasasti yang ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Sansekerta.
Dan ditemukan juga, satu prasasti lain yakni temuan yang menarik adalah fragmen prasasti yang ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuna, yang oleh J.G. de Casparis disebut dengan prasasti Bukit Siguntang. Prasasti Bukit Siguntang ini ditemukan pada tahun 1928 dalam keadaan tidak utuh lagi dan sekarang disimpan di Museum Taman Kerajaan Sriwijaya, Palembang.
Prasasti ini terdiri dari 21 baris dan menyebut adanya peperangan, seperti tertera pada baris ke-10 yaitu: tida tahu pira marvyu(ha) atau tidak tahu berapa banyak yang berperang. Pada baris ke-5 terdapat kalimat: vanak pramirahna artinya banyak darah tertumpah. Kemudian baris ke-9: pauravirakta yang berarti merah (oleh darah) penduduknya, serta mamañcak yam prajā ini, yang diduga berkenaan dengan peperangan itu sendiri.
“Terkadang dari cerita – cerita rakyat yang seperti ini, kita bisa mengungkap suatu kebenaran sejarah, kalau keturunan kuncen ini tidak ada disini mungkin kita pernah tahu kalau itu Bukit Kajang Sebidang yang akrab dengan makna Melayu Kuno dahulunya,” tutupnya.(fly)