VOSMEDIA.CO.ID_MURATARA – Komisi II DPRD Musi Rawas Utara melaksanakan Inspeksi Mendadak (Sidak) ke PT. Dendy Marker Indah Lestari (DMIL). Rabu (22/6) siang.
Hal ini dilakukan sebagai upaya menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perkebunan, khususnya terkait permasalahan perizinan yang belum dilengkapi oleh PT. DMIL yakni izin perluasan pabrik atau peningkatan kapasitas, serta izin penambahan bangunan atau izin mendirikan bangunan.
Ketua Komisi II, Muhammad Ruslan, Wakil Ketua Komisi II, Yudi Nugraha, Anggota Komisi II, Hadi Subeno, Agus Salim, Dadang, Dodoi Kana, dan Muhammad Ali. Serta didampingi Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Wahyu.
“Ada beberapa hal yang menjadi perhatian kami selaku Anggota Dewan, dan banyak juga hal-hal yang menjadi laporan masyarakat kepada kita. Salah satunya mengenai izin peningkatan kapasitas pabrik, serta izin penambahan luas bangunan atau IMB nya. Setiap penambahan luas bangunan itu, harus ada izin IMB nya pak, enggak bisa seenaknya saja,” tegas Ketua Komisi II DPRD Muratara, Muhammad Ruslan.
“Ditambah lagi masalah penyerapan tenaga kerja lokalnya seperti apa, CSR nya untuk Muratara seperti apa. Jangan hanya cari duit disini saja, sementara masyarakat tidak menerima manfaat atas keberadaan Dendy Marker di Muratara ini,” Imbuh Wakil Ketua Komisi II, Yudi Nugraha.
Pihak PT. Dendy Marker Indah Lestari yang menerima rombongan sidak pada Rabu siang yakni, Rawi Ram selaku Senior Manager, dan Supriyadi selaku Manager Estate.
“Terkait permasalahan ini nanti pak Fernando selaku Legal yang menjelaskan terkait perizinan kita. Kami itu, semua izin sudah kita penuhi. Kalau belum lengkap, tidak mungkin kita berani pak. Izin lokasi kita sudah HGU pak. Mengenai air bawah tanah sudah kita jalankan perizinannya. Mengenai kapasitas pabrik, izin kita sudah 60 ton/jam sudah kita clear kan semua. Sudah sejak awal izinnya 60 ton. Izin-izin kita sudah lengkap pak, silahkan konfirmasi ke pihak perizinan pak atau bila perlu laporkan ke pihak berwajib jika kami tidak melengkapi izin,” tantang Rawi Ram selaku Senior Manager PT. DMIL.
Sambung Rawi Ram, sampai hari ini PT. DMIL mempekerjakan sebanyak 1.080 orang pekerja, hanya satu persen diantaranya diakui sebagai tenaga kerja luar daerah. Hak-hak karyawan seperti jaminan kesehatan aktif dibayarkan pihak perusahaan.
“Mengenai CSR yang kita kasih ke Pemkab seperti Rumah Singgah di Palembang, bantuan bawang merah dimana itu arah remban kalau tidak salah. Kita juga memberikan bantuan dari proposal yang masuk seperti dari Desa Lubuk Rumbai untuk pembelian laptop sebagai bahan pelatihan anak-anak disana. Ada juga bantuan untuk buat lapangan di Desa Noman. Ada juga bantuan yang dikoordinir oleh Forum CSR,” papar Rawi Ram.
“Kita berharap, CSR ini benar-benar sampai ke masyarakat dan memberikan impact,” sahut Anggota Komisi II, Hadi Subeno.
Ketua Komisi II, Muhammad Ruslan justru tidak sepakat atas klaim yang disampaikan pihak perusahaan terkait penyaluran CSR atas persetujuan proposal yang masuk ke pihak PT. DMIL.
“Dalam undang-undang Perseroan Terbatas (PT) itu jelas pak. CSR itu besarnya satu persen dari keuntungan perusahaan. Kalau bantu laptop, bantu buat lapangan di Desa Noman, bantu bawang merah, gak sampai Rp.5 juta. Kan gak masuk juga itu di sebut CSR perusahaan pak,” cetus Ruslan.
Pembahasan kian memanas, ketika Anggota Komisi II, Agus Salim Munsi, mempertanyakan terkait salah satu warga dihalang-halangi PT. DMIL menggarap lahan yang telah bertahun-tahun tidak termanfaatkan di wilayah Karang Dapo.
“Warga itu dihalang-halangi untuk menggarap, karena disebut itu masuk dalam HGU Dendy Marker. Dasarnya apa pak itu disebut masuk dalam HGU Dendy Marker, dan kalau memang itu masuk dalam HGU Dendy Marker, sudah berapa tahun lahan itu dibiarkan,” cecar Agus Salim.
“Kita wajib melarang pak, karena itu masih dalam HGU kita pak, ibaratnya HGU itu rumah kami pak,” jawab Rawi Ram.
“Kalau bapak sebut itu HGU Dendy Marker, mana surat jual beli dari masyarakatnya, mana surat pembebasan lahannya. Tunjukkan kepada kami, kami mau lihat. Sejak berdiri PT. Dendy Marker sudah 4 kali take over. Dan setiap kali take over, seharusnya pihak perusahaan wajib membayar BPHTB kepada daerah,” bantah Yudi Nugraha.
Sambung Yudi, “Kami berikan waktu tiga minggu dari sekarang, untuk kita bertemu kembali di Kantor DPRD Muratara. Dan kami harap pihak perusahaan dapat membawa seluruh berkas yang menjadi penguat argumen bapak tadi,” pinta Yudi Nugraha.
Wahyu selaku Sekretaris Dinas PM PTSP berharap, pada agenda rapat selanjutnya, PT. DMIL diharap dapat membawa kelengkapan dokumen perusahaan yakni SHP HGU serta dokumen yang menguatkan hingga terjadinya HGU atau proses jual beli lahan dari masyarakat, serta mengikut sertakan operator PT. DMIL untuk memaparkan.
“Nanti, tolong dibawa SHP HGU, dokumen penguat hingga terjadinya HGU,” sampai Wahyu.
“Itulah pak Rawi, satu, masalah perluasan kapasitas pabrik, izin mendirikan bangunan, CSR. Berapa kali take over, perusahaan ini menghindari BPHTB, bahasanya SIPEF ini pengemplang pajak. Kita berharap, perusahaan ini taat pajak, demi mendongkrak PAD Muratara,” pungkas Ruslan. (*)